PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI DAN NELAYAN KECIL
PENDAHULUAN
Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil pembangunan. Dengan demikian maka masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang dihadapi.
Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat seharusnya mampu berperan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) terutama dalam membentuk dan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas. Pembentukan dan perubahan perilaku tersebut, baik dalam dimensi sektoral yakni dalam seluruh aspek/sektor-sektor kehidupan manusia; dimensi kemasyarakatan yang meliputi jangkauan kesejahteraan dari materiil hingga non materiil; dimensi waktu dan kualitas yakni jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni dapat menjangkau dari seluruh strata masyarakat. Pemberdayaan masyarakat tidak lain adalah memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain dengan pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan diri mereka.
Di Indonesia, perkembangan pemberdayaan petani dan nelayan kecil dikenal dengan program penyuluhan, dimulai bersamaan dengan berdirinya Departemen Pertanian (Van Landbouw) pada tahun 1905. Pada masa itu, salah satu tugas departemen tersebut adalah menyalurkan hasil penyelidikan pertanian kepada petani.Lalu, menjelang dan awal Pelita I, melalui program Bimbingan Massal-Intensifikasi Massal (Bimas-Inmas), penyuluhan dilakukan besar-besaran. Walaupun demikian, praktis sejak perang kemerdekaan orientasi kegiatan penyuluhan ditujukan untuk meningkatkan produksi bahan makanan pokok rakyat Indonesia yaitu beras.
—————-
*) Disampaikan dalam Semiloka Pemberdayaan Masyarakat di Jawa Tengah dalam rangka Pelaksanan Otoda, Badan Pemberdayaan Masyarakat Jateng, di Semarang 4-6 Juni 2002
**) Ketua LPM UNS dan Ketua Program Studi S2 Penyuluhan Pembangunan/Manajemen Pengembangan Masyarakat Program Pascasarjana UNS
Puncak pengaruh langsung maupun tidak langsung pelaksanaan penyuluhan adalah keberhasilan Indonesia mencapai swasembada pangan, yaitu beras yang diakui secara internasional pada sidang FAO 1985 di Roma (Pambudy, 1998).
Namun, landasan penyuluhan yang selama ini diketahui hanya sekedar meningkatkan produksi perlu dikaji kembali. Selain itu, kelembagaan/institusi (pendidikan/ pemerintahan/birokrasi) yang juga lebih berorientasi pada peningkatan produksi sektor pertanian (termasuk subsektor tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan) juga perlu ditinjau kembali.
Tulisan singkat ini bermaksud menguraikan tentang arah tantangan bidang pertanian dan perikanan/nelayan, pentingnya peranserta dan pemberdayaan masyarakat, serta pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan kecil.
ARAH TANTANGAN DI ERA GLOBALISASI
Menurut Saragih (1998), makna terdalam era globalisasi dalam struktur perekonomian adalah perdagangan bebas. Dalam perdagangan bebas berarti ada persaingan. Dalam globalisasi tersebut yang akan bersaing adalah barang sekunder, yaitu produk agroindustri. Di Indonesia bahan baku untuk industri tersedia, tetapi yang menjadi kendala adalah penggunaan dan penguasaan teknologi modern yang memperkuat agribisnis, atau penekanan masalah yang dihadapi dalam era globalisasi adalah pada peningkatan SDM ( termasuk bagi para petani dan nelayan kecil).
Mendasarkan hal di atas, maka arah pengembangan pertanian dan perikanan ke depan adalah agribisnis, yaitu mengembangkan pertanian dan agroindustri atau industri yang mengolah hasil pertanian/ perikanan dan jasa-jasa yang menunjangnya. Termasuk di dalam perikanan, misalnya di Indonesia ini dari sisi penawaran, kita memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km2 dan garis pantai sepanjang 90 ribu km, adalah merupakan basis kegiatan ekonomi perikanan yang sangat besar. Hal ini tentu belum termasuk potensi perikanan air tawar, baik perairan umum (sungai dan danau), budidaya kolam, budidaya ikan karamba/jarring apung, budidaya ikan rawa dan budidaya ikan sawah yang juga masih terbuka luas. Khusus tentang arah pembangunan perikanan dengan pendekatan agribisnis adalah dengan membangun dan mengembangkan subsistim industri hulu perikanan ( pembenihan, industri peralatan tangkap ikan, industri pakan ikan), subsistim budidaya pasca panen/tangkap, subsistim pengolahan hasil perikanan dan perdagangan, dan subsistim jasa penunjang ( R and D) dalam suatu sistim yang terintegrasi.
Masih menurut Saragih (1998) pengembangan agribisnis di Indonesia merupakan tuntutan perkembangan yang logis dan harus dilanjutkan sebagai wujud kesinambungan, penganekaragaman dan pendalaman pembangunan pertanian selama ini. Pengembangan agribisnis akan tetap relevan walau telah tercapai setinggi apapun kemajuan suatu negara. Bahkan agribisnis akan menjadi andalan utama bagi suatu negara yang masih sulit melepaskan ketergantungan pembangunan nasionalnya dari sektor pertanian dan pedesaan seperti Indonesia ini. Beberapa alasan lain untuk memperkuat pilihan pada agribisnis, adalah: (1) tersedianya bahan baku yang tersedia, (2) akan memperluas daya tampung tenaga kerja di sektor pertanian dan pedesaan, dan (3) pengembangan agrobisnis dalam skala kecil lebih mudah diarahkan untuk lebih bersahabat dengan lingkungan (daripada industri besar), sehingga dapat menekan kerusakan lingkungan.
PENGUATAN PERANSERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Menurut Korten ( 1984), masa pasca industri akan menghadapi kondisi-kondisi baru yang sama sekali berbeda dengan kondisi di masa industri, dimana potensi-potensi baru penting dewasa ini memperkokoh kesejahteraan, keadilan, dan kelestarian umat manusia. Titik pusat perhatian adalah pada pendekatan ke arah pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat.
Ada alasan untuk yakin bahwa paradigma seperti itu dewasa ini sedang muncul dari proses penemuan sosial kolektif sedunia. Logika paradigma ini yang menonjol adalah logika lingkungan hidup manusia yang berimbang, sumber dayanya yang dominan adalah sumber daya informasi dan prakarsa yang kreatif yang tak kunjung habis, dan sasarannya yang dominan adalah pertumbuhan umat manusia yang dirumuskan dalam rangka lebih terealisasinya potensi umat manusia. Individu bukanlah sebagai obyek, melainkan berperan sebagai pelaku, yang menentukan tujuan, mengontrol sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi hidupnya sendiri. Pembangunan yang memihak rakyat menekankan nilai pentingnya prakarsa dan perbedaan lokal. Karenanya pembangunan seperti itu mementingkan sistem swa-organisasi yang dikembangkan di sekitar satuan-satuan organisasi berskala manusia dan masyarakat yang berswadaya.
Kesejahteraan dan realisasi diri manusia merupakan jantung konsep pembangunan yang memihak rakyat. Perasaan berharga diri yang diturunkan dari keikutsertaan dalam kegiatan produksi adalah sama pentingnya bagi pencapaian mutu hidup yang tinggi dengan keikutsertaan dalam konsumsi produk-produknya. Keefisienan sistem produksi, karenanya haruslah tidak semata-mata dinilai berdasar produk-produknya, melainkan juga berdasar mutu kerja sebagai sumber penghidupan yang disediakan bagi para pesertanya, dan berdasar kemampuannya menyertakan segenap anggota masyarakat. Salah satu perbedaan penting antara pembangunan yang memihak rakyat dan pembangunan yang mementingkan produksi ialah bahwa yang kedua itu secara terus menerus menundukkan kebutuhan rakyat di bawah kebutuhan sistem agar sistem produksi tunduk kepada kebutuhan rakyat (Korten, 1984).
Perbedaan paradigma pembangunan yang mementingkan produksi yang dewasa ini unggul dan pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat sebagai tandingannya, mengandung arti penting bagi penciptaan masa depan yang lebih manusiawi. Khususnya pemahaman akan perbedaan itu penting artinya bagi pemilihan teknik sosial termasuk bagaimana pemberdayaan masyarakat dilakukan secara tepat untuk mencapai tujuan-tujuan yang mementingkan rakyat.
Penyadaran diri (conscienzacione), satu di antara argumen-argumen yang paling telak dan tajam diajukan oleh Paulo Freire (1984), adalah merupakan inti dari usaha bagaimana bisa mengangkat rakyat dari kelemahannya selama ini. Kesempitan pandangan dan cakrawala rakyat yang tersekap dalam kemiskinan dan sering menghayati kehidupan mereka dalam keterpencilan (isolasi) dan kekumuhan, harus diubah kearah suatu keinsyafan, perasaan, pemikiran, gagasan, bahwa hal-ihwal dapat menjadi lain, dan tersedia alternatif-alternatif.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus mampu mengembangkan teknik-teknik pendidikan tertentu yang imajinatif untuk menggugah kesadaran masyarakat. Menurut Sikhondze (1999), orientasi pemberdayaan masyarakat haruslah membantu petani dan nelayan (sasaran) agar mampu mengembangkan diri atas dasar inovasi-inovasi yang ada, ditetapkan secara partisipatoris, yang pendekatan metodenya berorientasi pada kebutuhan masyarakat sasaran dan hal-hal yang bersifat praktis, baik dalam bentuk layanan individu maupun kelompok. Sedangkan peran petugas pemberdayaan masyarakat sebagai outsider people dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu peran konsultan, peran pembimbingan dan peran penyampai informasi. Dengan demikian peranserta kelompok sasaran ( masyarakat itu sendiri ) menjadi sangat dominan.
Belajar dari pengalaman menunjukkan bahwa ketika peran penguasa sangat dominan dan peranserta masyarakat di pandang sebagai kewajiban, maka masyarakat justru terpinggirkan dari proses pembangunan.
Penguatan peranserta masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda demokratisasi lebih-lebih dalam era globalisasi. Peranserta masyarakat harus lebih dimaknai sebagai hak katibang kewajiban. Kontrol rakyat terhadap isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan atas program-program pembangunan yang ditujuan kepadanya adalah hak masyarakat sebagai pemegang kata akhir dan mengontrol apa saja yang masuk dalam agenda dan urutan prioritas.
Apabila peranserta masyarakat meningkat efektivitasnya, maka sebenarnya upaya pemberdayaan masyarakat telah dijalankan. Upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dan produktifitas melalui pengembangan sumberdaya manusia, penguasaan teknologi dan penguatan kelembagaan serta perbaikan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial. Upaya ini memerlukan adanya kerjasama yang sinergis dari berbagai kekuatan pembangunan yang ada.
Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat, sebagai berikut :
1. Belajar Dari Masyarakat
Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk melakukan pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti, dibangun pada pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri.
2. Pendamping sebagai Fasilitator, Masyarakat sebagai Pelaku
Konsekuensi dari prinsip pertama adalah perlunya pendamping menyadari perannya sebagai fasilitator dan bukannya sebagai pelaku atau guru. Untuk itu perlu sikap rendah hati serta ketersediaan untuk belajar dari masyarakat dan menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu. Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih besar, harus diusahakan agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri.
3. Saling Belajar, Saling Berbagi Pengalaman
Salah satu prinsip dasar pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak berubah. Kenyataan objektif telah membuktikan bahwa dalam banyak hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan masalah-masalah yang berkembang. Namun sebaliknya, telah terbukti pula bahwa pengetahuan modern dan inovasi dari luar yang diperkenalkan oleh orang luar tidak juga memecahkan masalah mereka. Bahkan dalam banyak hal, malah menciptakan masalah yang lebih besar lagi. Karenanya pengetahuan masyarakat dan pengetahuan dari luar atau inovasi, harus dipilih secara arif dan atau saling melengkapi satu sama lainnya.
PEMBERDAYAAN MENUJU PETANI DAN NELAYAN KECIL MANDIRI
Konsep pemberdayaan masyarakat secara mendasar berarti menempatkan masyarakat beserta institusi-institusinya sebagai kekuatan dasar bagi pengembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Menghidupkan kembali berbagai pranata ekonomi masyarakat untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotif bagi kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan. Ekonomi rakyat akan terbangun bila hubungan sinergis dari berbagai pranata sosial dan ekonomi yang ada didalam masyarakat dikembangkan kearah terbentuknya jaringan ekonomi rakyat.
Dalam rangka mencari solusi masalah ekonomi dan politik serta budaya yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, semua pihak telah memberikan rambu-rambu untuk tidak terjebak membuat ‘bungkus baru namun isi lama’. Dari berbagai tawaran alternatif model pemberdayaan masyarakat, ‘model ekonomi kerakyatan’ secara teoritik telah berkembang menjadi wacana baru saat ini.
Paradigma pemberdayaan ekonomi rakyat sebenarnya bukan saja berupa tuntutan atas pembagian secara adil aset ekonomi, tetapi juga merupakan keniscayaan ideologis dengan semangat meruntuhkan dominasi-dominasi birokrasi dalam mengatur dan menentukan berbagai bidang kehidupan rakyat. (Sasono, 1999). Untuk itu, maka pemberdayaan ekonomi rakyat ( dalam penerapan untuk petani dan nelayan kecil) berarti menuju kepada terbentuknya kemandirian petani dan nelayan itu, yaitu berperilaku efisien, modern dan berdaya saing tinggi. Perilaku efisien artinya berpikir dan bertindak serta menggunakan sarana produksi secara tepat guna atau berdaya guna. Berperilaku modern artinya mengikuti dan terbuka terhadap perkembangan dan inovasi serta perubahan yang ada. Sedangkan berdaya saing tinggi yaitu mampu berpikir dan bertindak serta menggunakan sarana produksi atas dasar memperhatikan mutu hasil kerjanya dan kepuasan konsumen yang dilayaninya (Sumardjo, 1999).
Gagasan pemberdayaan ekonomi rakyat menurut Mahmudi (1999) adalah merupakan upaya mendorong dan melindungi tumbuh dan berkembangnya kekuatan ekonomi lokal dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) oleh masyarakat yang berbasiskan pada kekuatan rakyat. Muatan gagasan ini tidak saja dituntut untuk dapat mendayagunakan dan menghasilgunakan potensi sumber daya lokal untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, tetapi juga terlindunginya hak-hak rakyat dalam pengelolaan sumberdaya lokal sesuai dengan kepentingan ekonomi dan sosialnya.
Beberapa pendekatan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat (Karsidi, 2001) menuju kemandirian petani dan nelayan kecil, dapat ditempuh dengan berbagai upaya sebagai berikut :
a. Memulai dengan tindakan mikro dan lokal. Proses pembelajaran rakyat harus dimulai dengan tindakan mikro dan lokal, namun memiliki konteks makro dan global. Dialog mikro–makro harus terus menerus menjadi bagian pembelajaran masyarakat agar berbagai pengalaman mikro dapat menjadi policy input dan policy reform sehingga memiliki dampak yang lebih luas. Petugas pemberdayaan/pendamping masyarakat tani dan nelayan kecil seyogyanya diberikan kebebasan untuk mengembangkan pendekatan dan cara yang sesuai dengan rumusan tuntutan kebutuhan setempat/lokal di wilayah tugasnya masing-masing.
b. Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah). Karena masing-masing daerah potensinya berbeda, maka kebijakan yang akan diberlakukan juga berbeda antar daerah. Pemberlakuan kebijakan secara seragam untuk semua daerah harus ditinggalkan.
c. Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan kawasan berarti lebih menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan terjadinya pemberdayaan masyarakat dalam skala besar dan lebih lanjut akan memungkinkan terjadinya kerjasama antar kawasan yang lebih produktif.
d. Membangun kembali kelembagaan masyarakat. Peranserta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pemberdayaan masyarakat, jika tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri. Misalnya lumbung desa dan organisasi lokal lainnya dipersilahkan tetap hidup.
e. Mengembangkan penguasaan pengetahuan teknis. Perlu dipahami bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan masyarakat lokal pada input luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius. Temuan-temuan lokal oleh petani dan nelayan setempat harus mendapatkan pengakuan sejajar dan dipersilahkan bebas berkompetisi dengan inovasi baru dari luar. Pola penyuluhan yang bersifat sentralistik, topdown dan linier (Sumardjo, 1998) perlu diubah menjadi pendekatan yang lebih dialogis dan hadap masalah.
f. Pengembangan kesadaran pelaku ekonomi. Karena peristiwa ekonomi juga merupakan peristiwa politik atau lebih dikenal dengan politik ekonomi, maka tindakan yang hanya ber-orientasi memberikan bantuan teknis jelas tidak memadai. Pemberdayaan yang diperlukan adalah tindakan berbasis pada kesadaran masyarakat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi. Komitmen para petugas pemberdayaan masyarakat dan lembaga-lembaga terkait pada pengembangan kemandirian petani dan nelayan kecil merupakan sesuatu yang sangat diperlukan.
g. Membangun jaringan ekonomi strategis. Jaringan strategis akan berfungsi untuk mengembangkan kerjasama dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki kelompok ekonomi satu dengan lainnya baik dalam bidang produksi, pemasaran, teknologi dan permodalan. Salah satu yang sudah waktunya dibangun adalah jaringan infrastruktur telekomunikasi dan sistim informasi pendukungnya yang memanfaatkan seperti internet untuk membuka pintu gerbang seluas-luasnya bagi petani dan nelayan atas informasi yang diperlukan bagi pengembangan usahanya ( setidanya memalui mediasi para petugas penyuluh/pendamping pemberdayaan masyarakat).
h. Kontrol kebijakan. Agar kebijakan pemerintah benar-benar mendukung upaya pemberdayaan masyarakat, maka kekuasaan pemerintah harus dikontrol. Sebagai contoh adalah keikutsertaan organisasi petani dan nelayan dalam proses pengambilan keputusan tentang kebijakan pertanian dan perikanan.
Dengan memperhatikan arah tantangan pertanian dan perikanan yaitu seharusnya dikembangkan ke arah agribisnis, maka perlu mendapat penekanan bahwa sasaran strategis pemberdayaan masyarakat bukanlah sekedar peningkatan pendapatan semata, malainkan juga sebagai upaya membangun basis-basis ekonomi yang bertumpu pada kebutuhan masyarakat dan sumberdaya lokal yang handal. Dalam kerangka tersebut, keberhasilan upaya pemberdayaan masyarakat tidak hanya dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan masayarakat melainkan juga aspek-aspek penting dan mendasar lainnya.
Beberapa aspek penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan, antara lain :
a. Pengembangan organisasi/kelompok masyarakat yang dikembangkan dan berfungsi dalam mendinamisir kegiatan produktif masyarakat, misalnya berfungsinya HKTI, HNSI , dan organisasi lokal lainya .
b. Pengembangan jaringan strategis antar kelompok/organisasi masyarakat yang terbentuk dan berperan dalam pengembangan masyarakat tani dan nelayan, misalnya asosiasi dari organisasi petani dan nelayan, baik dalam skala nasional, wilayah, maupun lokal.
c. Kemampuan kelompok petani dan nelayan kecil dalam mengakses sumber-sumber luar yang dapat mendukung pengembangan mereka, baik dalam bidang informasi pasar, permodalan, serta teknologi dan manajemen, termasuk didalamnya kemampuan lobi ekonomi. Di sinilah maka perlunya ekonomi jaringan dipembangkan. Ekonomi jaringan adalah suatu perekonomian yang menghimpun para pelaku ekomomi, baik dari produsen, konsumen, service provider, equipment provider, cargo, dan sebagainya di dalam jaringan yang terhubung baik secara elektronik maupun melalui berbagai forum usaha yang aktif dan dinamis. Ekonomi jaringan ini harus didukung oleh jaringan telekomunikasi, jaringan pembiayaan, jaringan usaha dan perdagangan, jaringan advokasi usaha, jaringan saling belajar, serta jaringan lainnya seperti hasil temuan riset dan teknologi/inovasi baru, jaringan pasar, infomasi kebijakan dan pendukung lainnya yang dapat diakses oleh semua dan tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu ( Sasono, 2000).
d. Pengembangan kemampuan-kemampuan teknis dan manajerial kelompok-kelompok masyarakat, sehingga berbagai masalah teknis dan organisasi dapat dipecahkan dengan baik. Di sini, selain masyarakat sasaran (petani dan nelayan), juga para petugas penyuluh/pendamping pemberdayaan masyarakat harus meningkatkan kompetensi diri sebagai petugas yang mampu memberdayakan , karena banyak diantara mereka justru ketinggalan kemampuannya dengan kelompok sasarannya.
PENUTUP
Upaya pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan kecil merupakan jalan yang masih panjang dan masih penuh tantangan. Model pembangunan ekonomi yang sentralistik dan sangat kapitalistik telah melembaga sangat kuat baik secara ekonomi, politik maupun budaya, sehingga tidak mudah untuk menjebolnya. Hanya dengan komitmen yang kuat dan keberpihakan yang tulus, serta upaya yang sungguh-sungguh, pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan kecil tersebut dapat diwujudkan.
Pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan kecil agar mampu menjawab tantangan di era globalisasi ( yaitu menuju usaha agrobisnis) membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, para pelaku ekonomi, rakyat, lembaga pendidikan, organisasi profesi, serta organisasi-organisasi non pemerintah lainnya. Komitmen itu dapat diwujudkan dalam bentuk memberikan kepercayaan berkembangnya kemampuan-kemampuan lokal atas dasar kebutuhan setempat.
Penguatan peranserta masyarakat petani dan nelayan kecil sebagai pelaku pembangunan, karena harus didorong seluas-luasnya melalui program-program pendampingan menuju suatu kemandirian mereka. Disamping itu pula, perlu pengembangan organisasi, ekonomi jaringan dan faktor-faktor pendukung lainnya. Dengan usaha pemberdayaan masyarakat yang demikian itu, mudah-mudahan dapat membebaskan mereka dari kemiskinan dan keterbelakangan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Semoga (rk).
DAFTAR ACUAN
Freire, Paulo. 1984. Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan (Terj. AA. Nugroho), Jakarta : Gramedia.
Karsidi, Ravik. 2001.Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan dalam Pemberdayaan Masyarakat. Dalam Pambudy dan A.K.Adhy (ed.): Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani, Bogor: Penerbit Pustaka Wirausaha Muda.
Korten, David C. 1984. Pembangunan yang Memihak Rakyat. Jakarta : Lembaga Studi Pembangunan.
Mahmudi, Ahmad. 1999. Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat. TOT P2KP oleh LPPSLH, Ambarawa, 27 Nopember 1999.
Pambudy, Rachmat 1998. Sistem Penyuluhan Agribisnis Peternakan. Draft Disertasi S3 Pasca Sarjana, Bogor : IPB (tidak diterbitkan).
Saragih, Bungaran, 1998. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian, Bogor: Yayasan Mulia persada Indonesia, Pt.Surveyor Indonesia dan PSP Lemlit IPB.
Sasono, Adi, 1999. Ekonomi Kerakyatan dalam Dinamika Perubahan, Makalah Konferensi Internasional Ekonomi Jaringan, Hotel Sangri-La, Jakarta 5-7 Desember.
——-, 2000. Bondowoso Incorporated: Membangun Ekonomi Daerah Berbasis Paradigma Ekonomi Kerakyatan, Forum Diskusi Pemda Kabupaten Bodowoso, 21 Nopember.
Sikhondze, Wilson B. 1999. The Role of Extension in Farmer Education and Information Dissemination in Swaziland, Journal : Edult Education and Development No. 53/1999, Institute for International Cooperation of The German Adult Education Association, Bonn : 112/DVV.
Sumardjo. 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani, Bogor: Disertasi Doktor Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.