KONSEP MODEL PEMBANGUNAN
Selama ini pembangunan (Sudjatmoko, 1983) didekati dengan berbagai model pendekatan. Diantaranya model pendekatan dari atas kebawah (top down) atau sering disebut model tetesan dari atas (trikle down) dan model pendekatan dari bawah (bottom up).
Dalam model pendekatan pertama, proses pembangunan bersifat sentralistik. Tidak saja dana-dana pembangunan, tetapi juga perencanaan pembangunan ditentukan dari atas. Berbagai masalah dan kebutuhan masyarakat dirumuskan dari dan oleh orang luar tanpa melibatkan masyarakat. Dalam model ini masyarakat ditempatkan sebagai obyek yang akan menerima dan menikmati hasil pembangunan. Model ini telah menancapkan akarnya kuat-kuat dalam proses pembangunan di negara berkembang yang sedang berjalan hingga sekarang.
Model top down mempunyai kelebihan dimana proses pembangunan dapat berjalan cepat, dan target-target yang telah ditetapkan dapat dicapai tepat pada waktunya. Namun model pendekatan demikian sangat ditentukan oleh kemampuan penyediaan dana negara dan sangat ditentukan oleh kemauan dan kesungguhan aparat pemerintah keberlangsungannya.
Posisi sentral yang mendominir proses pembangunan ini ternyata dapat melemahkan masyarakat, dan menimbulkan hubungan yang timpang (tidak serasi). Disatu pihak lahir budaya “perintah” dikalangan pelaksana pembangunan di lain pihak akan lahir sikap “diam dan menunggu”. Kini dengan semakin kompleknya bidang dan permasalahan pembangunan yang harus diselesaikan, semakin disadari bahwa model di atas kurang menguntungkan bagi kelangsungan proses pembangunan. Proses pembangunan menuntut adanya keterlibatan (partisipasi) dari masyarakat dalam memanfaatkan potensi yang ada seoptimal mungkin untuk mampu melakukan pembangunan secara mandiri. Namun modifikasi model pendekatan itu tidaklah mudah dan cepat seperti yang kita harapkan mengingat model pendekatan diatas telah cukup mengakar.
Seiring dengan permasalahan diatas, kita mengenal model pendekatan yang disebut “bottom up”. Suatu model yang mencoba melakukan koreksi dan melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada pada model pertama. Model pendekatan yang kedua ini memakai “partisipasi” sebagai kata kunci. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam rangka perencanaan dan penentuan kebijakan, atau dalam pengambilan keputusan.
Model pendekatan dari bawah mencoba melibatkan masyarakat dalam setiap tahap pembangunan. Pendekatan yang dilakukan tidak berangkat dari luar melainkan dari dalam. Seperangkat masalah dan kebutuhan dirumuskan bersama, sejumlah nilai dan sistem dipahami bersama. Model bottom memulai dengan situasi dan kondisi serta potensi lokal. Dengan kata lain model kedua ini menampatkan manusia sebagai subyek. Pendekatan “bottom up” lebih memungkinkan penggalian dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena masyarakat lebih merasa “memiliki”, dan merasa turut bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan, yang nota bene memang untuk kepentingan mereka sendiri. Betapa pun pendekatan kedua memberikan kesan lebih manusiawi dan memberikan harapan yang lebih baik, namun tidak lepas dari kekurangannya. Model kedua membutuhkan waktu yang lama dan belum menemukan bentuknya yang mapan.

ravikCeramahArtikelKONSEP MODEL PEMBANGUNAN Selama ini pembangunan (Sudjatmoko, 1983) didekati dengan berbagai model pendekatan. Diantaranya model pendekatan dari atas kebawah (top down) atau sering disebut model tetesan dari atas (trikle down) dan model pendekatan dari bawah (bottom up). Dalam model pendekatan pertama, proses pembangunan bersifat sentralistik. Tidak saja dana-dana pembangunan, tetapi...KITA akan menjadi seperti apa yang KITA pikirkan.