Di Lincak Pak Karso sore kemarin kedatangan tetangga di sekitar yang resah karena banyak anak-anaknya yang baru saja menamatkan sekolah tingkat SD atau SMP dan ingin melanjutkan sekolah di atasnya. Kota Solo sebagai kota terbesar di sekitar Surakarta Hadiningrat merupakan cita-cita dan harapan kebanyakan mereka untuk dapat menjadikannya sebagai tempat sekolah yang mendidik anak-anaknya. Hanya saja, karena ada kebijakan baru tentang sistim penerimaan siswa baru (PSB) di kota tersebut, yaitu digelarnya pendaftaran dengan cara yang terbuka melalui internet atau yang disebut PSB on-line, maka jadilah para tetangga Pak Karso tersebut resah. Keresahan tersebut diperpanjang lagi setelah banyak di antara anak-anak tetangga tersebut tidak dapat diterima di sekolah-sekolah negeri yang mereka idam-idamkan.

Sistim PSB on-line tersebut adalah perubahan baru dalam sistim penerimaan siswa sekolah di jenjang SMP dan SMA/K. Untuk di Indonesia saja penggunaan teknologi informasi baru ini, mungkin termasuk yang pertama, sehingga wajar kalau lalu menuai pro dan kontra saat penerapannya. Demikian ungkapan Pak Suroso yang membuka heningnya kebungkaman di lincak sore itu.

Bagi saya penerapan sistim baru ini kenyataannya memang “menyakitkan”, Pak. Anak saya yang semula bercita-cita masuk ke SMA negeri akhirnya harus bersedia masuk di SMA swasta sebagai pilihannya yang ketiga, ujar Pak Karjo. Kalau saja tidak diterapkan cara ini, setidaknya saya mungkin bisa berhubungan dengan penguasa sekolah untuk membantunya (dengan nada emosional dan menyerah ).

Pak Mengung yang kebetulan mampir, saat itu berpendapat sebaliknya. Bagi saya, hal ini harus diterima sebagai pembelajaran bersama yang baik. Peristiwa tidak diterimanya anak saya di SMA negeri pada tahun ini justru saya terima sebagai perbaikan kinerja layanan publik yang jujur dan terbuka. Saya juga berharap akan berdampak baik bagi sekolah-sekolah swasta untuk bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan sekolah-sekolah negeri lainnya. Anak sayapun sudah menerima keadaan ini karena temannya yang setara juga mengalami hal yang sama.

Pak Menggung, kan punya kuasa untuk “mendisposisi” bagi anaknya, kenapa tidak dilakukan, Pak? sahut Lik Tulus. Itulah pak, sungguhpun dengan berat hati kita memang harus bersedia menerimanya sungguhpun dengan pahit. Tinggal kita arahkan saja anak-anak kita agar mau belajar lebih baik, dan kita berharap agar sekolah-sekolah yang sebenarnya bukan merupakan tujuan utama dapat memanfaatkannya dengan memperbaiki kinerja pembelajaran bagi murid-muridnya nanti.

Nuwun sewu…., saya agak ketinggalan berita, apa sih sebenarnya yang menjadi sumber keresahan dan pro-kontra tentang PSB on-line ini? tanya Pak Mumpuni yang sudah lama pensiun PNS itu.

Beberapa kemungkinan penyebab keresahan tersebut, sahut Pak Dwijo (seorang guru di desa ini). Pertama, kemungkinan anak-anak kita saat mendaftarkan diri dan menuliskan pilihan sekolahnya dalam pengisian pendaftarannya keliru. Kedua, kemungkinan petugas sekolah keliru menginput atau memasukkan dari pilihan-pilihan yang ada. Ketiga, karena terbatasnya kuota sekolah, maka bagi mereka yang nilainya sama tidak mungkin akan diterima semua, terutama bagi mereka yang sama-sama dalam garis ambang kuota dan lalu harus terlempar di sekolah pilihan berikutnya.

Bagaimana dengan kemungkinan anak-anak guru akan mendapatkan prioritas bisa masuk di sekolah dimana orang tuanya mengajar? Bukankah ini juga bagian dari sumber keresahan? Sahut Pak Karso yang masih terlihat emosional. Lalu …. dijawab Pak Menggung, hal itu sama dengan anak-anak kami para punggawa pemerintah kota. Bukankah sebaiknya juga diberlakukan sama seperti halnya masyarakat lain? Sebab kalau tidak, maka apalah artinya keterbukaan dengan pendaftaran online yang menjadi tidak bermakna keterbukaan lagi, karena masih bisa ”dibijaksanai”. Hal ini bisa menimbulkan masalah-masalah ikutan lainnya, seperti rasa ketidak-adilan dan hal-hal negatif lainnya.

Pak Karso, yang sejak tadi bungkam, lalu ikut bicara. Bagi saya,….. hal-hal yang tadi disebut dengan apapun namanya ”atas reaksi terhadap suatu hal yang baru” seperti PSB on-line yang menimbulkan adanya ketidak-puasan, lalu menyakitkan, dan meresahkan; semua hal itu karena selama ini dalam pikiran kita sudah sering dan terbiasa dibentuk oleh persepsi-persepsi kolektif dan prasangka negatif. Sayangnya, hal tersebut tidak banyak dari kita yang bisa menyadari sebagai suatu kesalahan kolektif kita. Kita terlalu sering dan terburu-buru mempersepsi, belum apa-apa lalu cepat menilai orang/pihak lain dalam posisi salah. Tetapi, sebaliknya kita jarang berusaha terlebih dahulu menilai diri sendiri. Kalau saja kita mau introspeksi sebagai perorangan atau sebagai kelompok, mungkin masalah kita adalah justru pada kita sendiri masing-masing, dan bukan pada orang atau pihak lain. Itulah kesalahan serius kita, setiap kali ada perubahan selalu disikapi dengan menyalahkan terlebih dahulu pada orang atau pihak lain dan tidak pernah mau menyalahkan diri kita sendiri.

Wah, wah….. kok serius sekali tho Pak, apa ini maksudnya? sahut mas Warto (juru warta yang juga tinggal di kampung ini).

Ungkapan Pak Menggung yang bisa dan mau menerima kenyataan sungguhpun berat dan pahit itulah seharusnya yang perlu kita kembangkan pada diri kita masing-masing, jawab Pak Karso. Kita harus bisa introspeksi dan mengajak anak-anak kita, sambil berbesar hati mau menerima kenyataan sambil memperbaiki diri. Kata orang bijak, kita (baik yang mengajak dan yang diajak berubah) harus bersama sabar dalam proses perubahan apapun, sebab kalau tidak, maka hanya akan membuahkan apatisme dan perusakan-perusakan yang tentu tidak kita harapkan.

Saya setuju, pak… tapi nasehat apa yang perlu saya sampaikan kepada anak saya agar dia mau belajar dan sukses (walaupun saat ini dia berada di sekolah yang bukan pilihan utamanya), tanya Pak Karjo.

Sambil bergurau Pak Karso lalu ingat jembatan keledai TAS. Maksudnya, kalau mau sukses belajar, jangan lupa suruhlah anak-anak selalu membawa TAS ke sekolah. T … adalah perilaku Tekun, Temen (sungguh-sungguh), Tabah (tahan uji), dan Taqwa (selalu memohon kekuatan dan berdoa serta bersandar pada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa). A … adalah kesedian untuk berperilaku Asah, Asuh, dan Asih dengan sesama teman belajar dan pendidik. Sedangkan S … adalah bersedia mengembangkan sikap Satria, Setia dan siap Siaga untuk belajar terus menerus. Lalu, disahuti ketawa lebar bersama-sama. Haaaa… haaaa…

Mengakhiri perbincangan di lincak sore itu, Pak Menggung mengusulkan kepada setiap guru dan orang tua agar bisa membentuk dan mengembangkan sikap adaptif pada setiap anak-anak kita (anak bersedia menerima dan bisa mengikuti adanya perubahan), karena perubahan akan terus terjadi setiap saat dan sangat cepat, termasuk adanya PSB on-line ini. Lalu, satu persatu pengunjung pulang menuju rumah masing-masing (rk).

ravikLincak Pak KarsoDi Lincak Pak Karso sore kemarin kedatangan tetangga di sekitar yang resah karena banyak anak-anaknya yang baru saja menamatkan sekolah tingkat SD atau SMP dan ingin melanjutkan sekolah di atasnya. Kota Solo sebagai kota terbesar di sekitar Surakarta Hadiningrat merupakan cita-cita dan harapan kebanyakan mereka untuk dapat menjadikannya sebagai...KITA akan menjadi seperti apa yang KITA pikirkan.